Kamis, 18 Desember 2008

Tari Piring


Tarian Piring merupakan seni tari yang dimiliki oleh orang Minangkabau yang berasal dari Sumatera Barat. Tarian tersebut menggambarkan rasa kegembiraan dan rasa syukur masyarakat Minangkabau ketika musim panen telah tiba, dimana para muda mudi mengayunkan gerak langkah dengan menunjukkan kebolehan mereka dalam mempermainkan piring yang ada di tangan mereka.


Tarian ini diiringi lagu yang dimainkan dengan talempong dan saluang, yang dimana gerakannya dilakukan dengan cepat sambil memegang piring di telapak tangan mereka. Kadangkala piring-piring tersebut mereka lempar ke udara atau mereka menghempaskannya ke tanah dan diinjak oleh para penari tersebut dengan kaki telanjang.

Kesenian tari piring ini dilakukan secara berpasangan maupun secara berkelompok dengan beragam gerakan yang dilakukan dengan cepat, dinamis serta diselingi bunyi piring yang berdentik yang dibawa oleh para penari tersebut. Pada awalnya sejarah tari piring ini memiliki maksud dalam pemujaan masyarakat minangkabau terhadap Dewi Padi dan penghormatan atas hasil panen. Namun pada jaman sekarang tarian tersebut lebih sering diadakan pada acara pernikahan.

Tari Piring ini menjadi sangat digemari bahkan di negeri tetangga juga seperti Malaysia tari ini sering dibawakan. di luar negeri tari piring dikenal dan disenangi karena tarian ini memiliki gerakan yang enerjik, bersemangat, atraktif, dinamis, serta gerakan dari tari tersebut tidak monoton sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi para penonton Tari Piring.
baca juga lanjutan'x »»

Rabu, 17 Desember 2008

Rumah Adat Minang

Perkataan Minangkabau merupakan gabungan dua perkataan, iaitu, minang yang bermaksud "menang" dan kabau untuk "kerbau". Menurut lagenda, nama ini diperolehi daripada peristiwa perselisihan di antara kerajaan Minangkabau dengan seorang putera dari Jawa yang meminta pengakuan kekuasaan di Melayu. Untuk mengelakkan diri mereka daripada berperang, rakyat Minangkabau mencadangkan pertandingan adu kerbau di antara kedua pihak. Putera tersebut setuju dan menonjolkan seekor kerbau yang besar dan ganas.

Rakyat setempat pula hanya menonjolkan seekor anak kerbau yang lapar tetapi dengan tanduk yang telah ditajamkan. Semasa peraduan, si anak kerbau yang kelaparan dengan tidak sengaja merodok tanduknya di perut kerbau itu kerana ingin mencari puting susu untuk meghilangkan kelaparannya. Kerbau yang ganas itu mati dan rakyat tempatan berjaya menyelesaikan pergelutan tanah dengan cara yang aman.

Bumbung rumah adat Minangkabau yang dipanggil Rumah Gadang, (Rumah Besar) memiliki rupa bentuk yang unik kerana ia menyerupai tanduk kerbau.
baca juga lanjutan'x »»

Tari Legong

Legong merupakan sekelompok tarian klasik Bali yang memiliki pembendaharaan gerak yang sangat kompleks yang terikat dengan struktur tabuh pengiring yang konon merupakan pengaruh dari gambuh. Kata Legong berasal dari kata "leg" yang artinya gerak tari yang luwes atau lentur dan "gong" yang artinya gamelan. "Legong" dengan demikian mengandung arti gerak tari yang terikat (terutama aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya. Gamelan yang dipakai mengiringi tari legong dinamakan Gamelan Semar Pagulingan.


Legong dikembangkan di keraton-keraton Bali pada abad ke-19 paruh kedua.[1] Konon idenya diawali dari seorang pangeran dari Sukawati yang dalam keadaan sakit keras bermimpi melihat dua gadis menari dengan lemah gemulai diiringi oleh gamelan yang indah. Ketika sang pangeran pulih dari sakitnya, mimpinya itu dituangkan dalam repertoar tarian dengan gamelan lengkap.[2]

Sesuai dengan awal mulanya, penari legong yang baku adalah dua orang gadis yang belum mendapat menstruasi, ditarikan di bawah sinar bulan purnama di halaman keraton. Kedua penari ini, disebut legong, selalu dilengkapi dengan kipas sebagai alat bantu. Pada beberapa tari legong terdapat seorang penari tambahan, disebut condong, yang tidak dilengkapi dengan kipas.

Struktur tarinya pada umumnya terdiri dari papeson, pangawak, pengecet, dan pakaad.

Dalam perkembangan zaman, legong sempat kehilangan popularitas di awal abad ke-20 oleh maraknya bentuk tari kebyar dari bagian utara Bali. Usaha-usaha revitalisasi baru dimulai sejak akhir tahun 1960-an, dengan menggali kembali dokumen lama untuk rekonstruksi.

Terdapat sekitar 18 tari legong yang dikembangkan di selatan Bali, seperti Gianyar (Saba, Bedulu, Pejeng, Peliatan), Badung (Binoh dan Kuta), Denpasar (Kelandis), dan Tabanan (Tista).

Legong Lasem (Kraton)

Legong ini yang paling populer dan kerap ditampilkan dalam pertunjukan wisata. Tari ini dikembangkan di Peliatan. Tarian yang baku ditarikan oleh dua orang legong dan seorang condong. Condong tampil pertama kali, lalu menyusul dua legong yang menarikan legong lasem. Repertoar dengan tiga penari dikenal sebagai Legong Kraton. Tari ini mengambil dasar dari cabang cerita Panji (abad ke-12 dan ke-13, masa Kerajaan Kadiri), yaitu tentang keinginan raja (adipati) Lasem (sekarang masuk Kabupaten Rembang) untuk meminang Rangkesari, putri Kerajaan Daha (Kadiri), namun ia berbuat tidak terpuji dengan menculiknya. Sang putri menolak pinangan sang adipati karena ia telah terikat oleh Raden Panji dari Kahuripan. Mengetahui adiknya diculik, raja Kadiri, yang merupakan abang dari sang putri Rangkesari, menyatakan perang dan berangkat ke Lasem. Sebelum berperang, adipati Lasem harus menghadapi serangan burung garuda pembawa maut. Ia berhasil melarikan diri tetapi kemudian tewas dalam pertempuran melawan raja Daha.

Legong Jobog

Tarian ini, seperti biasa, dimainkan sepasang legong. Kisah yang diambil adalah dari cuplikan Ramayana, tentang persaingan dua bersaudara Sugriwa dan Subali (Kuntir dan Jobog) yang memperebutkan ajimat dari ayahnya. Karena ajimat itu dibuang ke danau ajaib, keduanya bertarung hingga masuk ke dalam danau. Tanpa disadari, keduanya beralih menjadi kera., dan pertempuran tidak ada hasilnya.

Legong Legod Bawa

Tari ini mengambil kisah persaingan Dewa Brahma dan Dewa Wisnu tatkala mencari rahasia lingga Dewa Syiwa.

Legong Kuntul

Legong ini menceritakan sepasang kuntul yang asyik bercengkerama.

Legong Smaradahana

Legong Sudarsana

Mengambil cerita semacam Calonarang.

Beberapa daerah mempunyai legong yang khas. Di Desa Tista (Tabanan) terdapat jenis Legong yang dinamakan Andir (Nandir). Di pura Pajegan Agung (Ketewel) terdapat juga tari legong yang memakai topeng dinamakan Sanghyang Legong atau Topeng Legong.
baca juga lanjutan'x »»

Tari Kecak

Bila mendengar nama Bali, apa yang terlintas pertama kali di benak kita? Selain Pantai Kuta tentunya. Ya! Tari Kecak, tarian yang sangat terkenal di kalangan turis-turis mancanegara dan domestik. Tarian kecak mengisahkan tentang dongeng Ramayana, yaitu cerita klasik masyarakat Hindu dengan tokoh Rama, Sita dan Hanoman. Selain Tari Kecak, juga ada Tari Barong dan Legong.

Tarian ini merupakan jenis tari Bali yang paling unik. Kenapa unik? Karena tarian ini tidak diiringi alat musik atau gamelan seperti layaknya sebuah seni tari. Tarian hanya diiringi paduan suara dari 100 orang pria.

Tari Kecak berasal dari jenis tari sakral “Sang Hyang”. Pada tari Sang Hyang, seseorang yang sedang kerasukan roh berkomunikasi dengan para dewa atau leluhur yang sudah disucikan. Dengan menggunakan si penari sebagai media penghubung para dewa atau leluhur dapat menyampaikan sabdanya. Pada tahun 1930-an mulailah disisipkan cerita Ramayana ke dalam tari tersebut.

Pentas tarian sakral itu sendiri biasaya berlangsung di Pura Shandi Swara “Kecak and Fire Dance” yang berada di daerah Ubud tepatnya di Jl Hanoman, Padang Tegal Kelod, Ubud, Bali. Namun pagelaran tidak setiap hari atau hanya berlangsung tiga kali seminggu. Yakni setiap Selasa, Kamis dan Jumat pada pukul 19.00 Wita.

Untuk menikmati tarian sendiri, tiap pengunjung diwajibkan membeli tiket seharga Rp50 ribu. Nantinya, selain tiket, pengunjung juga akan mendapatkan selembar kertas panduan cerita dalam tarian. Namun, untuk tempat duduk, pengunjung dibebaskan memilih.

XXX sendiri sempat menikmati tarian ini secara langsung beberapa waktu lalu. Sesaat sebelum XXX memasuki pelataran pura, XXX sempat melihat serombongan laki-laki yang mengenakan sarung kotak-kotak putih hitam berjalan memasuki pelataran pura. Mereka adalah rombongan penari kecak.

XXXmemilih tempat duduk di belakang. Pasalnya, selain ingin menikmati pertunjukan, XXX berniat mengamati raut wajah pengunjung sewaktu melihat langsung tarian yang terkenal heboh ini. Meski begitu, panggung pertunjukkan masih terlihat dengan jelas.

Sekitar lima menit kemudian, acara pun dimulai dengan masuknya serombongan penari ke halaman pura. Mereka masuk dengan melantunkan irama yang digunakan sebagai iringan tarian.

Suara mereka sangat merdu, tidak terdengar sumbang sedikit pun. Dan mereka melakukannya dengan penuh semangat, sambil melemparkan pandangan ke arah penonton, tak jarang mereka memberikan senyum kepada para penonton, yang kebanyakan turis dari luar negeri.

Tarian itu menceritakan tentang Epos Ramayana, yang terbagi menjadi lima babak. Di masing-masing babak menyuguhkan adegan yang sangat ringan dan mudah dimengerti oleh siapa saja. Setelah tarian tentang Epos Ramayana selesai, acara dilanjutkan lagi dengan Tarian Sang Hyang Dedari, di mana tarian itu merupakan tarian untuk mengusir roh-roh jahat.

Sanghyang Dedari adalah jenis tarian ritual dengan kepercayaan bahwa ada saat-saat turut untuk menemui umatnya dan ia memasuki tubuh si penari. Sang Hyang adalah sebutan “yang berarti suci” Dedari artinya Malaekat. Tarian ini dipentaskan oleh dua gadis mungil di bawah umur yang masih perawan. Kenapa harus perawan, karena keperawanannya berarti kesucian.

Dan rangkaian tarian yang terakhir adalah Tari Sang Hyang Jaran. Tarian dini dibawakan oleh seorang lelaki kesurupan yang berjingkrak-jingkrak seperti tingkah laku seekor kuda . Ia menari di atas bara api yang terbuat dari sabut kelapa. Jika kidung Sang Hyang menuntunnya ke api, maka ia pun akan menari di atasnya.

Sebelum tarian Sang Hyang Jaran ini dimulai, XXX melihat dua orang mengeluarkan satu karung sabut kelapa dan menyiramnya dengan minyak tanah, lalu membakarnya. Setelah itu barulah seorang lelaki keluar dengan menunggang kuda-kudaan. Ia bertingkah dengan sangat liar, dan beberapa kali ia menginjakkan kaki telanjangnya pada bara api tersebut. Dan beberapa kali ia menendangnya, hampir saja mengenai penonton yang duduk di bagian depan. Ini salah satu alasan XXX memilih bangku belakang, yaitu agar aman dari bara api yang melayang akibat tendangan si penari.

Datang ke Bali tanpa menyaksikan Tari Kecak, rasanya kurang lengkap. XXX jamin anda akan terpesona dengan tarian yang paling diminati oleh wisatasan asing maupun domestik ini.
baca juga lanjutan'x »»

Rumah Adat Bali

Dalam kehidupannya, masyarakat Bali masih memegang teguh kepada adat yang telah ditentukan, demikian pula dalam membangun rumah. Untuk membangun rumah, suku Bali tidak akan melakukannya dengan semaunya semdiri, walaupun orang itu kaya dan mampu. Dia senantiasa menuruti suatu peraturan, ketentuan atau petunjuk khusus yang menetapkan konstruksi susunan, letak, kedudukan, fungsi serta bahan yang dipakai bahan, hari atau saat yang baik untuk mendirikan serta upacara dan sesaji yang harus dipersembahkan. Yang dimaksud dengan rumah adat Bali adalah
sebuah pekarangan yang dilingkari oleh batas, dan dalam pekarangan tersebut didirikan bangunan-bangunan tertentu dengan bentuk dan tipe tersendiri, yang secara garis besar terbagi atas bagian pokok yakni: bangunan-bangunan di halaman depan, perumahan keluarga dan merajah atau tempat suci persembahan keluarga.

Bangunan-bangunan yang ditampilkan di anjungan daerah Bali antara lain:

1. Halaman depan
Di halaman depan terdapat bangunan candi Bentar yaitu pintu masuk utama yang terbelah dua. Kemudian bangunan yang disebut Penunggu Karang, yaitu suatu tempat suci yang sehari-harinya diberikan sesajen, sebagai penunggu rumah dan pekarangan. Di bagian sebelah kanan sebuah bangunan tinggi yang disebut Bale Bengong, sebagai tempat untuk beristirahat, menghirup udara segar bagi keluarga raja, melihat keadaan sekelilingnya dan berfungsi sebagai Bale Kukul atau tempat pertemuan dan tempat melaksanakan bermacam-macam pertunjukan kesenian. Di anjunagan Bale Pengambuhan ini akan dipergunakan sebagai tempat menampilkan atraksi kesenian daerah bagi pengunjung. Bale Paruman berfungsi sebagai tempat pertemuan keluarga, dan di anjungan dipakai sebagai tempat pameran atau display photo-photo mengenai Pariwisata di Bali.

Dari halaman depan ke halaman dalam dibatasi dengan pagar tembok yang disebut tembok penyengker merupakan batas pekarangan keluarga. Untuk menuju halaman ke dua, dibuatkan sebuah Kori Agung ini selalu ditutup, dan pintu keluar masuk yang sifatnya umum melalui Kori Bebetalan, yaitu pintu yang dibuat disebelah kiri dan kanan Kori Agung.
baca juga lanjutan'x »»

Selasa, 16 Desember 2008

Tari Merak

Tari Merak meerupakan tari paling populer di Tanah Jawa. Versi yang berbeda bisa didapati juga di daerah Jawa Barat dan Jawa Timur. Seperti namanya tarian Merak merupakan tarian yang melambangkan gerakan-gerakan burung Merak. Merupakan tarian solo atau bisa juga dilakukan oleh beberapa orang penari. Penari umumnya memakai selendang yang terikat dipinggang, yang jika dibentangkan akan menyerupai sayap burung. Penari juga memakai mahkota berbentuk kepala burung Merak. Gerakan tangan yang gemulai dan iringan gamelan, merupakan salah satu karakteristik tarian ini. baca juga lanjutan'x »»

Rumah Adat Jawa Barat

Bangunan Balai Pengelolaan Anjungan Jawa Barat di TMII merupakan replika dari bangunan keraton Kasepuhan Cirebon. Model ini diabadikan sebagai data otentik baik bangunannya maupun seni budayanya yang mempunyai latar belakang sejarah.
Sesuai dengan bangunan aslinya bangunan Balai Pengelolan Anjungan Jawa Barat di TMII terdiri dari beberapa bangunan yang kini dimanfaatkan sebagai sarana untuk memperkenalkan berbagai aspek budaya Jawa Barat, antara lain :

Bangunan inti ini terdiri dari 4 ruangan, sebagai berikut :
*Ruang Jinem Pangrawit/Pendopo digunakan sebagai tempat berkumpul para ponggawa dan prajurit yang sedang bertugas, fungsi di Anjungan Jawa Barat sebagai pementasan kesenian musik ilustrasi dan berbagai kegiatan pameran peragaan kerajinan;
*Ruang/Bangsal Pringgodani, sebagai tempat Sultan mengadakan pertemuan dengan para stafnya, fungsi di Anjungan Jawa Barat sebagai tempat pameran kerajinan dari Jawa Barat dan digunakan pula untuk latihan kesenian.
*Ruang/Bangsal Prabayaksa sebagai tempat Sultan menerima tamu penting, fungsi di Anjungan Jawa Barat sebagai tempat pameran kerajinan se Jawa Barat, pakaian tradisional Jawa Barat serta tempat aat musik tradisional (Gamelan)
*Ruang/Bangsal Panembahan, ruangan ini tempat Sultan bekerja dan beristirahat disiang hari, ruangan ini ditata sesuai dengan asli Cirebon

AJENG
Bangunan yang terletak paling depan. Digunakan sebagai tempat penyajian kesenian untuk menyambut tamu-tamu penting, fungsi di Anjungan Jawa Barat sebagai tempat penyajian musik selamat datang
LUNJUK
Bangunan ini digunakan para tamu untuk melapor kedatangannya dengan berbagai keperluan di keraton, fungsi di Anjungan Jawa Barat sebagai kantor dinas Kepala Balai Anjungan
SRIMENGANTI
Bangunan inimerupakan ruang tunggu, digunakan untuk para tamu menunggu kesempatan menyelesaikan segala kepentingannya dan tempat Sultan menyaksikan berbagai kegiatan adapun fungsi di Anjungan Jawa Barat sebagai tempat kegiatan administrasi Tata Usaha

LANGGAR ALIT
Aslinya te,pat beribadah dan kegiatan keagamaan keluarga Sultan. Di tempat ini pengunjung dapat menunaikan kewajibanmenjalankan perintah agama (sholat) dan istirahat sambil lesehan setelah berkeliling Taman Mini "Indonesia Indah".

JINEM ARUM
Ruang pertemuan. Bangunan ini dipergunakan oleh keluarga untuk mengadakan pertemuan kekuarga sultan adapun fungsi di Anjungan Jawa Barat sebagai kantin yang menyajikan berbagai makanan khas Jawa Barat

KAPUTREN
Bangunan ini dipergunakan sebagai tempat tinggal putri sultan, fungsi di Anjungan Jawa Barat sebagai ruang audiovisual dan perpustakaan

RUMAH ADAT
Selain bangunan tersebut juga dibangun sebuah rumah adat Jawa Barat yang masih banyak di temui diberbagai daerah di Propinsi Jawa Barat, contoh rumah adat tersebut berbentuk rumah panggung dengan dinding bilik/gede yang dilengkapi dengan peralatan rumah tangga.

Di bagian lainnya terdapat sebuah kolam air terjun dengan panorama gunung Tangkuban Perahu dan pesawahan mini yang menggambarkan keindahan alam Jawa Barat

Untuk pementasan kesenian tradisional Jawa Barat
khusus dibangun sebuah panggung kesenian.
baca juga lanjutan'x »»

Senin, 15 Desember 2008

Tari Serimpi

Tarian srimpi sangopati karya Pakubuwono IX ini, sebenarnya merupakan tarian karya Pakubuwono IV yang memerintah Kraton Surakarta Hadiningrat pada tahun 1788-1820 dengan nama Srimpi sangopati kata sangapati itu sendiri berasal dari kata “sang apati” sebuah sebutan bagi calon pengganti raja.


Ketika Pakubuwono IX memerintah kraton Surakarta Hadiningrat pada tahun 1861-1893, beliau berkenaan merubah nama Sangapati menjadi Sangupati.

Hal ini dilakukan berkaitan dengan suatu peristiwa yang terjadi di masa pemerintahan beliau yaitu pemerintah Kolonial Belanda memaksa kepada Pakubuwono IX agar mau menyerahkan tanah pesisir pulau Jawa kepada Belanda. Disaat pertemuan perundingan masalah tersebut Pakubuwono IX menjamu para tamu Belanda dengan pertunjukan tarian srimpi sangopati

Sesungguhnya sajian tarian srimpi tersebut tidak hanya dijadikan sebagai sebuah hiburan semata, akan tetapi sesungguhnya sajian tersebut dimaksudkan sebagai bekal bagi kematian Belanda, karena kata sangopati itu berarti bekal untuk mati. Oleh sebab itu pistol-pistol yang dipakai untuk menari sesungguhnya diisi dengan peluru yang sebenarnya. Ini dimaksudkan apabila kegagalan, maka para penaripun telah siap mengorbankan jiwanya. Maka ini tampak jelas dalam pemakaian “sampir” warna putih yang berarti kesucian dan ketulusan.Pakubuwono IX terkenal sebagai raja amat berani dalam menentang pemerintahan Kolonial Belanda sebagai penguasa wilayah Indonesia ketika itu.

Sebetulnya sikap berani menentang Belanda dilandaskan atas peristiwa yang menyebabkan kematian ayahnya yaitu Pakubuwono VI (pahlawan nasional Indonesia) yang meninggal akibat hukuman mati ditembak Belanda saat menjalani hukuman dibuang keluar pulau Jawa saat Pakubuwono VI meninggal Pakubuwono IX yang seharusnya menggantikan menjadi raja saat itu masih berada didalam kandungan ibunda prameswari GKR Ageng disebabkan masih dalam kandungan usia 3 bulan maka setelah Pakubuwono ke VI meninggal yang menjadi raja Pakubuwono VII adalah paman Pakubuwono IX ketika Pakubuwono VII meninggal yang menggantikan kedudukan sebagai raja adalah paman Pakubuwono IX sebagai Pakubuwono VII. Baru setelah Pakubuwono VIII meninggal Pakubuwono menuruskan IX meneruskan tahta kerajaan ayahandanya Pakubuwono VI sebagai raja yang ketika itu beliau berusia 31 tahun.

Setelah Pakubuwono IX meninggal 1893 dalam usia 64 tahun beliau digantikan putranya Pakubuwono X atas kehendak Pakubuwono X inilah tarian Srimpi Sangupati yang telah diganti nama oleh ayahanda Pakubuwono IX menjadi srimpi Sangapati , dengan maksud agar semua perbuatan maupun tingkah laku manusia hendaknya selalu ditunjukkan untuk menciptakan dan memelihara keselamatan maupun kesejahteraan bagi kehidupan. Hal ini nampak tercermin dalam makna simbolis dari tarian srimpi sangopati yang sesungguhnya menggambarkan dengan jalan mengalahkan hawa nafsu yang selalu menyertai manusia dan berusaha untuk saling menang menguasai manusia itu sendiri.

Salah satu kekayaan Keraton kasunanan Surakarta ini tengah diupayakan konservasinya adalah berbagai jenis tarian yang sering menghiasi dan menjadi hiburan pada berbagai acara yang digelar di lingkungan keraton. Dari berbagai jenis tarian tersebut yang terkenal sampai saat ini adalah tari Serimpi Sangupati. Penamaan Sangupati sendiri ternyata merupakan salah satu bentuk siasat dalam mengalahkan musuh.

Tarian ini sengaja di tarikan sebagai salah satu bentuk politik untuk menggagalkan perjanjian yang akan diadakan dengan pihak Belanda pada masa itu. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi agar pihak keraton tidak perlu melepaskan daerah pesisir pantai utara dan beberapa hutan jati yang ada, jika perjanjian dimaksudkan bisa digagalkan.

Tarian Serimpi Sangaupati sendiri merupakan tarian yang dilakukan 4 penari wanita dan di tengah-tengah tariannya dengan keempat penari tersebut dengan keahliannya kemudian memberikan minuman keras kepada pihak Belanda dengan memakai gelek inuman.

Ternyata taktik yang dipakai saat sangat efektif, setidaknya bisa mengakibatkan pihak Belanda tidak menyadari kalau dirinya dikelabui. Karena terlanjur terbuai dengan keindahan tarian ditambah lagi dengan semakin banyaknya minuman atau arak yang ditegak maka mereka (Belanda) kemudian mabuk. Buntutnya, perjanjian yang sedianya akan diadakan akhirnya berhasil digagalkan. Dengan gagalnya perjanjian tersebut maka beberapa daerah yang disebutkan diatas dapat diselamatkan.

Namun demikian yang perlu digarisbawahi dalam tarian ini adalah keberanian para prajurit puteri tersebut yang dalam hal ini diwakili oleh penari serimpi itu. Karena jika siasat itu tercium oleh Belanda, maka yang akan menjadi tumbal pertama adalah mereka para penari tersebut.

Boleh dibilang mereka adalah prajurit di barisan depan yang menjadi penentu berhasil dan tidaknya misi menggagalkan perjanjian tersebut. Sehingga untuk mengaburkan misi sebenarnya yang ada dalam tarian tersebut maka nama tari itu disebut dengan Serimpi Sangaupati yang diartikan sebagai sangu pati.

Saat ini Serimpi Sangaupati masih sering ditarikan, namun hanya berfungsi sebagai sebuah tarian hiburan saja. Dan adegan minum arak yang ada dalam tari tersebut masih ada namun hanya dilakukan secara simbol; saja, tidak dengan arak yang sesungguhnya.

Perjanjian antara Keraton Kasunanan Surakarta dengan pihak Belanda tersebut yang terjadi sekitar tahun 1870-an.
baca juga lanjutan'x »»

Rumah Adat Jawa Tengah

Arsitektur atau Seni Bangunan yang terdapat di daerah Provinsi Jawa Tengah dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Arsitektur Tradisional, yaitu Seni Bangunan Jawa asli yang hingga kini masih tetap hidup dan berkembang pada masyarakat Jawa.
Ilmu yang mempelajari seni bangunan oleh masyarakat Jawa biasa disebut Ilmu Kalang atau disebut juga Wong Kalang. Yang merupakan bangunan pokok dalam seni bangunan Jawa ada 5 (lima) macam, ialah :

- Panggang-pe, yaitu bangunan hanya dengan atap sebelah sisi.
- Kampung, yaitu bangunan dengan atap 2 belah sisi, sebuah bubungan di tengah saja.
- Limasan, yaitu bangunan dengan atap 4 belah sisi, sebuah bubungan de tengahnya.
- Joglo atau Tikelan, yaitu bangunan dengan Soko Guru dan atap 4 belah sisi, sebuah bubungan di tengahnya.
- Tajug atau Masjid, yaitu bangunan dengan Soko Guru atap 4 belah sisi, tanpa bubungan, jadi meruncing.
Masing-masing bentuk berkembang menjadi beraneka jenis dan variasi yang bukan hanya berkaitan dengan perbedaan ukurannya saja, melainkan juga dengan situasi dan kondisi daerah setempat. Dari kelima macam bangunan pokok rumah Jawa ini, apabila diadakan penggabungan antara 5 macam bangunan maka terjadi berbagai macam bentuk rumah Jawa. Sebagai contoh : gedang selirang, gedang setangkep, cere gencet, sinom joglo lambang gantung, dan lain-lain.
Menurut pandangan hidup masyarakat Jawa, bentuk-bentuk rumah itu mempunyai sifat dan penggunaan tersendiri. Misalnya bentuk Tajug, itu selalu hanya digunakan untuk bangunan yang bersifat suci, umpamanya untuk bangunan Masjid, makam, dan tempat raja bertahta, sehingga masyarakat Jawa tidak mungkin rumah tempat tinggalnya dibuat berbentuk Tajug.
Rumah yang lengkap sering memiliki bentuk-bentuk serta penggunaan yang tertentu, antara lain :
- pintu gerbang : bentuk kampung
- pendopo : bentuk joglo
- pringgitan : bentuk limasan
- dalem : bentuk joglo
- gandhok (kiri-kanan) : bentuk pacul gowang
- dapur : bentuk kampung
- dan lain-lain.
Tetapi bagi orang yang tidak mampu tidaklah mungkin akan demikian. Dengan sendirinya rumah yang berbentuk doro gepak (atap bangunan yang berbentuk mirip burung dara yang sedang terbang mengepakkan sayapnya) misalnya bagian-bagiannya dipergunakan untuk kegunaan yang tertentu, misalnya :
-- emper depan : untuk Pendopo
-- ruang tengah : untuk tempat pertemuan keluarga
-- emper kanan-kiri : untuk senthong tengah dan senthong kiri kanan
-- emper yang lain : untuk gudang dan dapur.

Di beberapa daerah pantai terdapat pula rumah-rumah yang berkolong. Hal tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga bila ada banjir.
Dalam Seni Bangunan Jawa karena telah begitu maju, maka semua bagian kerangka rumah telah diberi nama-nama tertentu, seperti : ander, dudur, brunjung, usuk peniyung, usuk ri-gereh, reng, blandar, pengeret, saka guru, saka penanggap, umpak, dan sebagainya.
Bahan bangunan rumah Jawa ialah terutama dari kayu jati.
baca juga lanjutan'x »»

Minggu, 14 Desember 2008

Reog Ponorogo

ini nie....satu lagie tarian yg Q sukaaa banget, REOG PONOROGO.yg paling keyen tuuu orang yg bawa reog'x.coz reog tu kan t'masuk topeng (wlopun jauh dari ukuran normal topeng biasa), so pk'x musti dgn cara DIGIGIT.di belakang'x da kayu n yg bawa reog musti gigit tu kayu.kebayang ga sie seberapa berat'x???tarian nie b'hubungan ma legenda rakyat Jawa Timur,salah 1 versi'x adalah cerita tentang Dewi Songgolangit.n cewek2 yg naek kuda itulah yg d'ibaratkan sbg Sang Dewi tsb.
baca juga lanjutan'x »»

Tari Remong

nie adalah salah satu tarian dari daerah jawa timur yg t'kenal banget lowh.tarian nie biasa'x d'tarikan pas da acara2 penting.for example, klo da penyambutan tamu agung.tarian nie sifat'x gagah perkasa, wlopun gitu penari'x ga harus laki2.banyak juga lowh perempuan yg t'tarik nari'in tari nie (salah 1'x aQ...hwehehe,tp smp' skarang blom bisa).tapiee ya teuteup....pasti da p'bedaan antara penari Remong laki2 'n perempuan.
baca juga lanjutan'x »»

Rumah Adat Jawa Timur

Arsitektur

Bentuk bangunan Jawa Timur bagian barat (seperti di Ngawi, Madiun, Magetan, dan Ponorogo) umumnya mirip dengan bentuk bangunan Jawa Tengahan (Surakarta). Bangunan khas Jawa Timur umumnya memiliki bentuk joglo, bentuk limasan (dara gepak), bentuk srontongan (empyak setangkep).Masa kolonialisme Hindia-Belanda juga meninggalkan sejumlah bangunan kuno. Kota-kota di Jawa Timur banyak terdapat bangunan yang didirikan pada era kolonial, terutama di Surabaya dan Malang.

baca juga lanjutan'x »»